Seorang guru dan golongan-golongan
intelektual yang bergelar pendidik adalah mereka yang sebenar-benarnya sedang
menginvestasi amalan jariyah untuk kemaslahatan bersama. Hal tersebut dapat
terjadi hanya jika pendidik melaksanakan program pendidikan dengan tulus ikhlas
dan dalam koridor yang benar. Bangsa yang besar dan bermartabat akan mendapat
dukungan kuatnya sektor pendidikan yang ada. Dan hal itu mampu terwujud apabila
setiap komponen yang menyusun sistem pendidikan melaksanakan perannya secara
optimal. Dalam kaitannya dengan pendidik (termasuk guru, dosen), mereka
dituntut untuk menghasilkan suatu karya yang dapat menunjang inovasinyanya
dalam proses pembelajaran. Selai itu, PAK dan administrasi proses harus disusun
secara realistis dan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Plagiatisme karya
bukan cerminan kaum intelektual, terutama di bidang pendidkan. Apalagi dilakukan
oleh seorang guru atau pendidik lainnya. Plagiatisme dapat digolongkan ke dalam
kasus pencurian. Dan pencurian karya yang merupakan hasil olah pikir sesorang
itu lebih berharga daripada pencurian sebuah benda hasil pembelian. Sungguh ironi
bilamana plagiatisme merajalela dalam dunia pendidikan. Dan jangan sampai suatu
ketika kegiatan tersebut membudaya dalam sistem pendidikan nasional. Karena hal
tersebut akan mematikan produktivitas dan progresifisme pendidikan Indonesia.
Kejujuran dan budaya kerja keras
sejatinya masih perlu ditumbuhkembangkan pada setiap insan pendidikan. Gebrakan
penanaman pendidikan karakter saat ini, akan lebih baik bila tidak hanya
berfokus pada peserta didik saja. Namun, objek internalisasi pendidikan
karakter juga penting bila dilaksanakan pada komponen pendidikan lainnya,
seperti halnya guru, dosen, pakar dan politisi pendidikan, para staff ahli
pendidikan, dan lain sebagainya. Melalui internalisasi pendidikan karakter
dalam sistem pendidikan nasional akan medukung upaya pencerdasan kehidupan
bangsa yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.
No comments:
Post a Comment