Monday, July 15, 2013

PENA PEMUDA INDONESIA

Let's Join Us



Deskripsi Kegiatan:
PENA PEMUDA INDONESIA (PPI)  merupakan sebuah kegiatan yang dibagi dalam 2 sesi yaitu LKTI dan SEMNAS yang merupakan puncak acara. Rincian LKTI dapat dilihat diblog sedangkan untuk SEMNAS dengan pembicara tingkat nasional yaitu: 1. Dr. Dwi Siswoyo, M.Hum, (Dosen UNY) 2.  Prof. Dr. Joko Pekik Iriyanto, M.Kes. AIFO (Deputi Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora RI) 3. Eko Prasetyo (Penulis Buku). Peserta LKTI yang lolos 15 besar, akan diundang ke UNY kampus Wates, untuk mempresentasikan karyanya di depan juri untuk memperebutkan TROPI GUBERNUR DIY. Setelah melalui rangkaian acara formal, peserta akan diajak tour ke candi Borobudhur dan Malioboro. 15 finalis juga akan mengikuti kegiatan seminar nasional. 

Penyelenggara: Hima PGSD Universitas Negeri Yogyakarta Kampus Wates

Tema Kegiatan:
"Peran Pemuda sebagai Agent of Change dalam Mewujudkan Pendidikan Dasar yang Berkarakter"

Jadwal Kegiatan:
Pengumpulan Abstark: 20 Juli-30 Agustus 2013
Pengumuman Abstrak: 5 September 2013
Pembayaran Full Paper: 5-20 September 2013
Pengumpulan Naskah Full Paper: 5-31 September 2013
Pengumuman 15 Finalis: 5 Oktober 2013
Pembayaran 15 Finalis: 12 Oktober 2013
Pelaksanaan PPI (Persentasi dan Seminar): 25-27 Oktober 2013

Waktu dan Tempat Pelaksanaan:
25-27 Oktober 2013 di Gedung Kaca Pemkab Kulon Progo, Yogyakarta

Ketentuan Peserta:
1.      Peserta Kompetisi Karya Tulis adalah mahasiswa (Diploma-3 atau Strata-1) seluruh Perguruan/Sekolah/Institusi Tinggi (Negeri/Swasta) se-Indonesia dan masih berstatus mahasiswa (dibuktikan dengan menyertakan scan KARTU MAHASISWA saat pengiriman abstrak dan fotokopi KARTU MAHASISWA yang disertakan saat pengiriman karya). 
2.      Peserta bersifat kelompok (TIM) dengan jumlah minimal 2 orang dan maksimal 3 orang dan berasal dari perguruan tinggi yang sama.
3.      Anggota kelompok dapat berasal dari disiplin ilmu yang berbeda.
4.      Karya tulis yang dibuat sifatnya orisinil (asli) dan belum pernah dipublikasikan atau diikutsertakan dalam kompetisi apapun.
5.      Peserta harus mendapatkan rekomendasi dari pihak perguruan tinggi (Wakil/PembantuDekan Bidang Kemahasiswaan) yang dibuktikan dengan lembar pengesahan dalam karyanya.
6.      Karya tulis yang diterima oleh panitia menjadi sepenuhnya hak milik panitia.
7.      Membayar biaya pendaftaran bagi peserta yang lolos abstrak (50 besar) sebesar Rp 75.000,00.
8.      Membayar biaya akomodasi bagi peserta yang menjadi 15 finalis karya tulis, sebesar Rp 400.000,00 per-orang (mencakup konsumsi & penginapan selama kegiatan PPI berlangsung ).
9.      Pembayaran via Transfer Bank atau ATM dilakukan melalui rekening: Rekening Bank BRI No. Rekening: 6923-01-010260533 a.n Ika Budhi Utami
10.  Peserta yang telah membayar biaya pendaftaran dan atau biaya akomodasi, kemudian membatalkan keikutsertaannya, maka biaya pendaftaran tersebut tidak dapat dikembalikan.

Ketentuan Kompetisi:
1.      Setiap Peserta wajib mengisi formulir pendaftaran.
2.      Setiap tim harus membuat dan mengirimkan karya tulis sesuai dengan tema yang ditentukan.
3.      Karya tulis yang dikirimkan merupakan hasil pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan dan belum pernah menjadi pemenang pada kompetisi serupa.
4.      Peserta diperkenankan mengirimkan lebih dari satu karya tulis dan setiap karya tulis yang diajukan mendapat bimbingan dari seorang dosen pembimbing dari perguruan tinggi yang sama.
5.      Setiap peserta wajib mengirimkan abstrak, formulir, dan scan KARTU MAHASISWA dalam bentuk softcopy untuk dilakukan seleksi tahap pertama ke alamat e-mail :penapemuda@gmail.com dengan subjek ABSTRAK dan nama file (nama ketua tim_nama pergutuan tinggi_judul abstrak).
6.      Peserta yang sudah mengirimkan abstraknya harus mengkonfirmasi kepanitia melalui SMS dengan format: Abstrak_Nama Ketua Tim_Nama Perguruan Tinggi_ Judul Abstrak. Ke Nomor : 083867992023 (IKA BUDHI UTAMI)
7.      Pengiriman abstrak tidak dipungut biaya (GRATIS).
8.      Abstrak yang lolos akan diumumkan melalui email.
9.      Setiap tim yang dinyatakan lolos seleksi abstrak, wajib melakukan pembayaran sebesar Rp 75.000,00 via Transfer Bank atau ATM dilakukan melalui rekening: Rekening Bank BRI No. Rekening: 6923-01-010260533 a.n Ika Budhi Utami
10.  Setelah melakukan pembayaran, diharapkan ketua kelompok melakukan konfirmasi via sms dengan format PPI_Nama Ketua Tim_Nama Perguruan Tinggi_Judul Karya Tulis_Jam Pembayaran. Ke Nomor 083867992023 (IKA BUDHI UTAMI).
11.  Karya tulis dibuat minimal 20 halaman terhitung dari pendahuluan dengan spasi 1,5, menggunakan huruf tipe times new roman style, font 12, kertas A4 dan margin 4-3-3-3.
12.  Dalam karya tulisnya, peserta wajib melampirkan lembar orisinalitas (contoh terlampir).
13.  Karya tulis, surat pernyataan, dan lembar orisinalitas dikirimkan dalam bentuk hard copysebanyak 4 buah (1 dijilid antero kertas buffalo warna hijau, dan 3 lainnya tidak dijilid).Dikirimkan via pos ke Universitas Negeri Yogyakarta Kampus Wates dengan alamatJalan Bhayangkara Nomor 7, Wates, Kulon Progo, Yogyakarta 55611 disertai dengan tulisan PPI di pojok kanan atas amplop.
14.  Bagi peserta yang sudah mengirimkan berkasnya harap menghubungi panitia terlebih dahulu dengan contact person (083867992023/IKA BUDHI UTAMI)  “Karya tulis peserta akan diseleksi pada tahap penjurian awal untuk menentukan 15 finalis.
15.  Nama-nama 15 finalis akan diumumkan melalui email, SMS, dan dicantumkan di website.
16.  15 besar karya terbaik wajib mempresentasikan karya tulisnya di hadapan dewan juri pada saat final tanggal 26 Oktober 2013, di Gedung Kaca, Wates, Kulon Progo.
17.  Biaya akomodasi finalis Rp 400.000,00 per-orang (mencakup konsumsi & penginapan selama kegiatan PPI berlangsung ). Ditransfer ke rekening: Rekening Bank BRI No. Rekening: 6923-01-010260533 a.n Ika Budhi Utami
18.  Keputusan dewan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

Hadiah dan Penghargaan:
Juara 1: Rp. 2.000.000,- + Sertifikat + Tropi Gubernur DIY
Juara 2: Rp. 1.500.000,- + Sertifikat + Tropi
Juara 3: Rp. 1.000.000,- + Sertifikat + Tropi

Informasi:
Lia Anggraeni - 085647720105
Ika Budhi Utami - 083867992023
Email: penapemuda@gmail.com
Website: penapemudaindo.blogspot.com

Thursday, June 13, 2013

Refleksi Elegi Membongkar Mitos Teori Kemampuan Otak

Sangatlah menarik bila membicarakan bagaimana sesungguhnya peran otak dalam kehidupan seorang individu. Dikarenakan ingin mengerti lebih jauh sebenarnya sejauh mana fungsi otak pada manusia, maka saya langsung googling dan menemukan artikel yang menurut saya menarik. Artikel yang saya baca bersumber dari
http://kampussamudrailmuhikmah.wordpress.com/category/otak-manusia-dan-evolusi-kesadaran/
Dengan judul Otak Manusia dan Evolusi Kesadaran. Berikut ini adalah cuplikan isi artikelnya. “Sesungguhnya otak manusia adalah alat yang paling sempurna di dunia dan dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran manusia atau membantunya dalam berevolusi lebih lanjut karena jalur evolusi yang mesti ditempuh atau diupayakan manusia adalah evolusi mental, bukan lagi evolusi fisik. Evolusi mental inilah yang kemudian dapat mengantar manusia pada tingkat Kesadaran Spiritual. Bila menggunakan bahasa umum maka otak manusia terdiri atas dua bagian utama. Masing-masing bagian ini terdiri dari sekian banyak sub bagian yang kita sebut saja dua sistem utama: Sistem Limbic disebut juga sebagai otak hewani, karena kita mewarisinya dari evolusi panjang organisme bersel tunggal. Bagian otak ini pula yang dimiliki oleh hewan-hewan lainnya. Kadang bagian ini juga disebut reptile brain, karena reptil pun memilikinya. Sistem Neo-Cortex disebut juga mammal atau human brain, karena jenis kehidupan reptil tidak memilikinya. Bagian ini dimiliki oleh mamalia dan manusia (yang juga merupakan bagian dari mamalia).
Sistem Limbic:
Biasanya dikaitkan dengan Fungsi Insting yang juga disebut Insting Hewani. Oleh karena itu seringkali sistem ini tidak diperhatikan padahal sistem ini memiliki peran yang sangat penting untuk mempertahankan tubuh manusia, termasuk organ otak itu sendiri. Fungsi insting melibatkan Sistem Syaraf Otonom (SSO) yang memungkinkannya bekerja tanpa henti. Ia berjalan sendiri (secara otonom) sejak hari pertama kelahiran manusia hingga kematiannya. Ketika kita dalam keadaan tidur lelap pun, ia tidak ikut tidur. Sesungguhnya, sistem ini bisa berjalan terus, nyaris langgeng dan abadi, bila kita memenuhi kebutuhannya secara teratur dan tidak berlebihan atau berkurangan. Apa yang menjadi kebutuhan dasar insting manusia? Makan, minum, tidur, seks, dan sebagainya yang berkecukupan. Tidak melampaui batas juga tidak berada jauh di bawah kebutuhannya. Bila melampaui batas atau kekurangan, tubuh manusia akan jatuh sakit, organ-organnya mengalami kerusakan dan akhirnya tubuh pun mati (tidak dapat berfungsi lagi),...”

Namun artikel tersebut malah memunculkan pertanyaan dalam hati saya berkenaan dengan teori evolusi Darwin. Sesunggunya bagaiamana teori evolusi Darwin dapat dijelaskan melalui pandangan filsafat.


Refleksi Jargon Kebaikan dan Keburukan

“Tuhan telah menciptakan segalanya termasuk suasana di mana keburukan itu merupakan ujian bagi kebaikan.” Hitam adalah penggangu bagaimana kesempurnaan putihnya sebuah putih. Meskipun hanya setitik saja. Bagaimana agar bisa senantiasa menjadi putih sempurna adalah merawat si putih tersebut. Ketika ada setitik hitam datang langsung bersihkan. Jangan sampai menunggu dua titik yang datang baru membersihkannya. Karena ketika terbiasa menunda pemutihan maka akan terbiasa pula memlihara kehitaman. Keistiqomahan dalam keputihan adalah perjuangan dan suatu rutinitas yang berkelanjutan. Pemberdayaan si putih dalam hati tidak hanya membutuhkan setets keringat namun lebih dari itu. Bertetes kucuran darah akan sangat berguna untuk sebuah perjuangan mulia itu. Karena, putih akan mudah terkalahkan oleh warna lain. Putih akan mudah tertutup dengan warna lain. Inilah hidup. Perjuangan adalah daya tahan diri yang paling baik untuk melawan seleksi alam. Dan seleksi alam itu adalah sangatlah kejam. Siapa yang tidak kuat terseleksilah ia. Bagaikan rendahnya leher unta yang akan menyebabkan kepunahan unta berleher pendek.


Refleksi Jargon Pertengkaran Tradisional dan Inovatif

“Ketahuilah bahwa di atas sana, tradisional itu adalah inovatif dan inovatif adalah tradisional. Maka semua jargonmu itu akan lenyap di perbatasan pikiranmu masing-masing.” Di atas langit masih ada langit dan di bawah tanah masih ada tanah. Bila suatu sisi pembelajaran merasa bahwa dialah yang paling inovatif yang ada dalam pproses pembelajaran maka itu adalah kesombongan. Karena bisa saja ia masih dianggap tradisonal atau Kudet atau kurang update oleh inovasi pembelajaran yang lebih inovatif di atasnya. Begitu juga dengan pembelajaran yang lebih inovatif di atasnya ini juga tidak berhak mengklaim dirinya ke posisi inovasi yang terinovatif. Senantiasa melakukan improvisasi ke arah yang lebih baik merupakan upaya penginovasian pembelajaran yang sesungguhnya. Meleburkan ketradisionalan dengan cara menerjemahkan dan senantiasa diterjemahkan akan sangat  membantu penyempurnaan ilmu yang tiada akan pernah sempurna-sempurna sepanjang kehidupan. Karena kesempurnaan adalah hanya miliki Allah Sang Maha Sempurna.
Refkleksi yang terbaik dan intropeksi diri adalah sangta bijak dalam mencapai sebuah kesuksesan. Jauh dari penyakit sombong dan senantiasa menjadi padi yang runduk adalah sangatlah mulia juga dalam kaitannya dengan penggapaian ilmu di dunia ini.


Refleksi Misteri Dibalik Elegi Menggapai Sastra


Dalam dibalik elegi Menggapai Sastra dapat kami ketahui bahwa sesungguhnya sastra memiliki berbagai maksud dan makna dari berbagai sudut pandang. Arti sastra dapat dipandang dari segi mistik, religi, filsafat, dan ilmiah. Dan keempat sudut pandang tersebut dapat menjelaskan makna sastra dengan caranya sendiri-sendiri. Padahal, sebelumnya pada umumnya orang awam paham makna sastra hanya terbatas pada sastra adalah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari tentang beragam karangan, meliputi essay, cerpen, novel, cerbung, atau karangan-karangan lain yang itu merupakan narasi dari penulisnya. Dengan adanya elegi ini maka menyadarkan kami bahwasanya ternyata ilmu kami itu belum ada apa-apanya. Oleh karenanya diperlukan upaya belajat yang lebih keras melalui penggalian ilmu dari berbagai sumber atau referensi yang ada. 

REfleksi Michael Jackson Berupaya Mendaur Ulang Limbah Kapitalisme, Utilitarianisme, Pragmatisme dan Hedonisme.

What about sunrise
What about rain
What about all the things
That you said we were to gain
What about killing fields
Is there a time
What about all the things
That you said was yours and mine
Did you ever stop to notice
All the blood we've shed before
Did you ever stop to notice
The crying Earth the weeping shores?
What have we done to the world
Look what we've done
What about all the peace
That you pledge your only son...
What about flowering fields
Is there a timeWhat about all the dreams
That you said was yours and mine...
Did you ever stop to notice
All the children dead from war
Did you ever stop to notice
The crying Earth the weeping shores

I used to dream
I used to glance beyond the stars
Now I don't know where we are
Although I know we've drifted far
Hey, what about yesterday (What about us)
What about the seas  (What about us)
The heavens are falling down (What about us)
I can't even breathe (What about us)
What about the bleeding Earth (What about us)
Can't we feel its wounds (What about us)
What about nature's worth (ooo,ooo)
It's our planet's womb (What about us)
What about animals (What about it)
We've turned kingdoms to dust (What about us)
What about elephants (What about us)
Have we lost their trust (What about us)
What about crying whales (What about us)
We're ravaging the seas (What about us)
What about forest trails (ooo, ooo)
Burnt despite our pleas (What about us)
What about the holy land (What about it)
Torn apart by creed (What about us)
What about the common man (What about us)
Can't we set him free (What about us)
What about children dying (What about us)
Can't you hear them cry (What about us)
Where did we go wrong (ooo, ooo)
Someone tell me why (What about us)
What about babies (What about it)
What about the days (What about us)
What about all their joy (What about us)
What about the man (What about us)
What about the crying man (What about us)
What about Abraham (What was us)
What about death again (ooo, ooo)
Do we give a damn


Merenungkan makna yang terkandung dalam lagu Earth Song Michael Jackson, maka akan kita temui betapa  ironinya kehidupan dunia saat ini. Entah siapa yang salah. Namun yang jelas kita semua terkena dampaknya. Eksploitasi alam yang memang bermanfaat untuk kemaslahatan dan kesejahteraan manusia namun bila melebih batas wajar akan sangat menjadikan malapetaka. Manusia yang berbuat dan manusia yang menderita. Eksploitasi alam dan segala bentuk tindakan yang berlebihan merupakan sesuatu yang sangat memprihatikan. Manusia yang melakukan dan manusia juga yang mampu mengentikan. Namun kapankah segala tindak berlebihan ini akan berhenti?? Entah sampai kapan. Karena seaat ini manusia telah berada pada zona nyaman yang sesungguhnya berada di atas bayangan kesemuan. Karena sejatinya semua tindakan berlebihan manusia akan tiba saatnya menjadi petaka bagi kehidupan manusia. Karena hal tersebut membuat ketidakseimbangan alam dan huru-hara kenikmatan palsu. Maka diperlukan upaya bersama untuk senantiasa menjaga keseimbangan alam dan kesejahteraan kehidupan. Dengan dimulai dari hal yang kecil dan dimulai dari diri sendiri pada saat ini. 

REfleksi Jargon Pertengkaran Guru dan Siswa

            
Entah masih ada atau tidak, entah memang pernah ada atau tidak sebenar-benarnya seorang guru yang begitu otoriter terhadap siswa-siswanya. Kalaupun ada entah itu di mana maka guru tersebut begitu menguatkan posisiperan mengguruinya terhadap siswa dan hal tersebut sungguh tidak pantas untuk dilakukan. karena sejatinya siswalah yang seharusnya dilayani segala kebutuhannya dan BUKAN keinginan guru yang senantiasa harus dipenuhi oleh siswanya di bawah tekanan perasaan takut dan sangat takut. Takut dan patuh adalah berbeda. Guru yang otoriter bsa-bisa digulingkan oleh rakyatnya bagaikan seorang presiden atau pemimpin negara yang otoriter suatu saat pada waktu yang tepat ia akan digulingkan oleh rakyatnya. Rakyat yang dulunya sangat tunduk pada kebijakan-kebijakan otoriternya. Namun dikarenakan keadaan tertekan membuat rakyat tidak mampu lagi menahan segala amarahnya dan akhirnya mereka keluar dari benteng kebijakan yang dibuat pemimpinnya itu. Sedangkan pada realitas ehidupan siswa dengan guru otoriter maka akan sangat berdampak pada prestasi belajar siswa. Dikarenakan belajar di bawah tekanan maka tidak dipungkiri bila potensi kecerdasan siswa tidak berkembang secara masksimal dan tidak sesuai dengan zona pertumbuhan kecerdasan yang diharapkan. 

REfleksi Jargon Pertengkaran antara Subyek dan Obyek

Setiap manusia diciptakan dengan keunikannya masing-masing. Sehingga itulah yang menyebabkan adanya kemajemukan dalam kehidupan. Setiap individu atau pun kelompok memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dan setiap dari mereka pasti memiliki kepentingan dan tujuan masing-masing. Yang kepentingan dan tujuan itu bisa saja berbeda atau tidak berbeda dengan individu atau kelompok yang lainnya. Maka solusi yang terbaik adalah upaya untuk saling menerjemahkan dan diterjemahkan. Upaya saling menghargai dan menghormati kepentingan. Serta membangun sikap tenggang rasa di atas perbedaan-perbedaan yang ada di sekitar kita. Bila tidak ada sikap-sikap tersebut maka akan banyak tindakan atau perilaku yang saling  berlebihan dan akan berpotensi menyebabkan kekacauan. Apalagi adanya jargon-jargon khusus dari para pemiliki jargon yang merupakan salah satu wujud keunikan masing-masing si empunya jargon. Bila tidak ada sikap saling memahami maka jargo-jargon tersebut akan membuat kerusuhan atau kekacauan. Karena antara satu jargon dengan jargon lainnya dimungkinkan sangat berlawanan prinsipnya. Kebijaksanaan dalam meniti kehidupan di atas kemajemukan memanglah sangat diperlukan sebagai wahana terwujudnya keharmonisan hidup bersama.

Refleksi Jargon Pengakuan Subyek Belajar Filsafat

Bahkan seorang mahasiswa jurusan filsafat pun mungkin ada yang mengekspresikan pembelajaran filsafat dengan hanya satu kata, yakni membingungkan. Namun, ketika kebingungan itu muncul maka akan muncullah beragam dan bahkan beribu pertanyaan minimal tentang “Apa sih ini? Apa sih itu? Apa maksud yang ini? Apa maksud yang itu? Apa hubungannya ini dan itu?” Telah banyak dicerminkan dari beragam elegi, bahwasanya ketika ada pertanyaa yang muncul dari dalam diri atau pikiran kita, maka saat itulah orang tua berambut putih akan muncul. Dan itu maksudnya ada suatu ilmu yang sedang bergejolak dalm pikiran dan akal kita. Dan gejolak akal dan pikiran itu tidaklah berbahaya. Orang yang tidak mau bertanya akan sesat di jalan dan orang yang banyak bertanya bukanlah orang yang lamban dalam berpikir. Namun, ia memiliki daya untuk bergerak keluar dari zona nyamannya. Itulah ilmu,, diperlukan daya untuk meraihnya. Kebingungan akan filsafat oleh si pembelajar filsafat merupakan anugrah ilmu yang patut disyukuri. Karena dengan rasa ingin tahu dalam kebingungan tersebutlah tersimpan modal pencarian jawaban atas segala kebingungannya. Sehingga motivasi belajar akan tumbuh dengan sendirinya. Motivasi untuk senantiasa mencari kebenaran dan pencarian ilmu dari berbagai sumber atau referensi yang ada. Bagi pembelajar yang ikhlas, refleksi-refleksi elegi di blog ini bukanlah dilandasi hanya dengan pencarian target jumlah refleksi saja. Namun lebih dari itu. Memunculkan orang tua berambut putih dan menggali harta karun ilmu di dalamnya merupakan esensi refleksi elegi sesungguhnya. 

Refleksi Jargon Para Subyek

Sebuah potensi diri masing-masing individu bisa jadi menjadi sumber permasalahan atau sumber keberkahan bagi sesamanya atau juga bagi dirinya sendiri. Dengan adanya potensi-potensi tersebut bila dikembangkan ke arah yang positif pun nantinya hasilnya bisa berdampak positif atau juga bisa berdampak negatif. Tergantung si empunya potensi. Karena potensi yang positif bila dimanfaatkan untuk kemaslahatan dilengkapi dengan segala sifat-sifat positif pelaku maka akan berkah seluruh tindakannya. Namun potensi positif bila dikembangkan secara positif namun diiringi dengan sifat-sifat negatif si pelaku maka malah akan menurunkan martabatnya. Yang termasuk sifat-sifat positif antara lain adalah rendah diri. Dan yang termasuk sifat-sifat negatif antara lain adalah kesombongan hati.
Sedangkan sebuah jargon juga dapat menjadi sumber keunikan atau sumber kekacauan bila tidak dikendalikan atau dikelola dengan bijaksana. Dalam tata penulisan kalimat subyek berarti yang bekerja. Sedangkan obyek berarti yang dikenai kerja. Oleh karenanya dalam hal ini subyek itu adalah orang yang bergerak aktif, misalnya seorang pembuat, penentu, pengemban, pemangku, pelaksana, pemelihara, pengawas, dan lain sebagainya. Kinerja subyek pun akan ditentukan oleh kinerja obyek. Oleh karenanya otoriter sikap subyek terhadap obyek haruslah dihilangkan.

Refleksi ini  saya lakukan dengan keterbatasan kemampuan pemahaman makna elegi di atas. Oleh karenanya bilamana saya termasuk golongan kaum reduksionis maka insya Allah lambat laun dengan usaha belajar yang lebih, maka pemahaman terhadap suatu elegi akan lebih dapat optimal. Aamiin.

Refleksi Forum Tanya Jawab 52 Terungkapnya Misteri Gunung Super

Ilmu itu dapat diperoleh dari mana saja, dari siapa saja, bagaimana pun caranya, dan kapan pun saja. Bahkan, dari seorang anak kecil juga dapat kita ambil ilmunya. Begitu pula dalam konteks pembelajaran. Tidak selalu seorang guru menguasai segalanya, segala ilmu yang ada. Tak jarang seorang murid memiliki sebuah ilmu yang tidak dimiliki oleh gurunya. Namun wajar adanya apabila seorang guru memiliki banyak ilmu daripada murid-muridnya. Oleh karenanya, senantiasa mempererat tali silaturahmi dan saling berbagi ilmu sungguh sangat bermanfaat. Budaya membaca dengan bermodal rasa ingin tahu yang tinggi akan berpengaruh besar terhadap perolehan ilmu yang kita miliki. Membudayakan membaca apa pun referensi dan dari mana pun sumbernya sangat membantu meraih ilmu yang ada di sekitar kita. Bahkan, hal tersebut dapat dilakukan secara gratis. 

Refleksi Forum Tanya Jawab 2 Tema Hantu dan Kematian di kelas RSBI

Memang terkadang suatu sekolah memberikan kewenangan dekorasi kelas terhadap kelasnya masing-masing. Salah satu tujuannya adalah untuk mengembangkan kekreatvitasan kelas dan membuat kenyamanan sesuai dengan selera kelas. Dan bahan, dekorasi kelas juga dijadikan ajang perlombaan antarkelas. Kelas bertema hantu pada kelas tersebut merupakan salah satu wujud kreativitas siswa. Memang dari sisi pengembangan tersebut adalah baik. Karena kreativitas adalah pilihan masing-masing. Namun, bila tema kelas seperti itu ditempatkan di kelas sebagai sarana pembelajaran di dunia pendidikan formal maka menurut saya kuranglah tepat. Karena menebarkan energi kebaikan meskipun sepahit apa pun rasanya dan sebosan apa pun tingkat kejenuhannya akan lebih bijak daripada dengan sebaliknya. 

Refleksi Elegi Wayang Golek

Wayang golek adalah filsafat itu sendiri. Karena wayang yang berarti bayangan dan golek berasal dari bahasa jawa yang berarti mencari, maka wayang golek dapat diartikan sebagai sebuah proses pencarian makna dalam sebuah bayangan. Tidak akan bisa manusia menangkap bayangan namun mencari apa makna dari sebuah bayangan dapat dipelajari dan terus dipelajari. Dengan syarat diperlukan suatu usaha sungguh-sungguh untuk mempelajarinya. Maka proses pembelajaran sangat dibutuhkan. Senantiasa belajar dan terus belajar melalui berbagai sumber pembelajaran akan sangat membantu meningkatkan kapahaman kita masing-masing. Adanya referensi dari berbagai sumber dan pandangan juga sangat membantu meningkatkan kepahaman kita akan suatu hal. Oleh karenanya, jangan sampai ada celah kemalasan untuk menuntut ilmu. Karena ilmu tidak akan datang sendiri dan menghampiri kita melainkan harus senantiasa dicari dan digali dari mana saja. Dengan hal tersebut ada ilmu yang akan kita raih dan semogasegala ilmu yang telah kita raih dapat bermanfaat untuk kehidupan kita dan untuk sesama. Jangan sampai seorang manusia yang berilmu merasa sangat berilmu dan merendahkan orang lain. Itulah kesombongan, lubah intelektualitas yang nyata. 

Refleksi Elegi Seorang Hamba Menggapai Wajah

“Sebenar-benar dari kita tidak lain tidak bukan adalah Belajar Mengerti Diri”. Closing Statement yang sangat membantu saya dalam memahami elegi di atas. Mengerti diri itu hal yang perlu dipelajari. Mengenal diri sendiri adalah sesuatu yang memerlukan perenungan untuk memahaminya. Bahkan terkadang banyak yang tidak tau sebenarnya sepereti apa diri mereka sendiri. Tidak mengenal potensi yang berkembang di dalamnya. Sehingga banyak yang sering terbawa arus, tidak memiliki pendirian, dan tidak berkembang. Orang yang tidak mampu mengenal diri tidak akan menjadi diri sendiri dalam setiap langkah hidupnya. Ia bagaikan kapal tanpa nahkoda yang terombang-ambing di lautan lepas. Menjadi seorang individu yang “Ababil” kata orang. Ababil merupakan salah satu ungkapan bagi anak remaja yang belum menemukan jati dirinya. Sehingga kebanyakan remaja senantiasa “ngalor ngidul” mengikuti trend yang ada. Bersikap “alay” dan sebagainya merupakan salah satu wujud ketidakpahaman akan diri sendiri. Namun, ituleh proses pendewasaan. Ada kalanya di suatu tahap perkembangan seorang individu belum mampu menemukan jati dirinya, kemudian berusaha menemukan jati dirinya, dan akhirnya bertemulah ia kepada siapa dia sebenarnya. Dan proses perkembangan itu memerlukan waktu, tidak dapat berlangsung secara instant. Pengalaman dan pembelajaran sangat berkaitan dengan proses pencarian jati diri. Maka dari itu janganlah berhenti belajar dan perbanyaklah pengalaman dari beragam proses pembelajaran. 

REfleksi Elegi Seorang Guru Menggapai Siswa

Beruntunglah kami sebelum menjadi guru atau berstatus insya Allah calon guru diberikan kesempatan untuk membaca elegi-elegi di blog ini. Karena dari salah satu eleginya, yakni elegi seorang guru menggapai siswa di atas, dijelaskan bahwasanya untuk memahami siswa maka ada banyak hal yang perlu dipersiapkan, yakni belajar dan belajar. Belajar tentang hakikat siswa, hakikat sekolah, hakikat mengajar, hakikat belajar, hakikat matematika, hakikat matematika sekolah, hakikat mengajar, hakikat tanya jawab, hakikat metode pembelajaran, hakikat penilaian, hakikat ujian, hakikat menghukum, hakikat memberi bekal, hakikat motivasi, hakikat apersepsi, hakikat diskusi, hakikat kelompok, hakikat kompetensi, hakikat standar, hakikat silabus, hakikat RPP, hakikat alat peraga, hakikat sumber belajar, hakikat tugas, hakikat PR, hakikat kewajiban, hakikat kebutuhan, hakikat investasi, hakikat kontruktivis, hakikat konbtekstual, dan sebagainya. Belajar hakikat-hakikat tersebut akan sangat embantu kita untuk mensukseskan pendidikan Indonesia di masa depan sesuai dengan apa yang diharapkan. Serta dapat berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, khusunya anak bangsa. Selagi masih diberi kesempatan untuk belajar maka galilah pengalaman belajar seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya. Dan ketika telah menjadi pendidik atau telah terjun dalam dunia kerja janganlah sampai berhenti belajar. Karena berhenti belajar wujud dari kematian pikiran.

Refleksi Elegi Refleksi Elegi

Pembelajara filsafat menggunakan metode filsafat adalah beragam caranya. Salah satunya adalah membiarkan pembelajar membangun kepahaman filsafatnya sendiri melalui proses pencarian dan kerja kerasnya sendiri. Proses pembelajarn yang baik adalah dapat dilakukan kapan pun dan dimana pun, salah satu caranya adalah menggunkan kecanggihan teknologi melalui blog atau website. Hal tersebut dibuktikan dengan para mahasiswa yang sedang mendapatkan tugas refleksi di web ini melakukan tugasnya mencari ilmu di setiap saat pada waktgu yang berbeda-beda. Ada yang melakukannya pagi hari, siang hari, malam hari, bahkan tengah malam atau dini hari. Hal tersebut sangatlah mengesankan. Karena  proses pencarian ilmu semasa kuliah tidak saja di dapat ketika sedang duduk di dalam kelas namun juga dapat dilakukan di mana saja, termasuk di rumah, kost kostan, di gasebo, kantin, atau juga di tempat tidur.

Hem.. elegi di atas sunggu menggelitik. Karena dialog mahasiswa di atas ada sebagian yang sangat dekat dan mirip dengan realitas mahasiswa pada umumnya. Yakni adanya penyesalan ketika mendapat nilai jelek. Memang benar apa kata Pak Marsigit, bahwasanya ujian adalah wahana intropeksi diri. L oleh karenanya, ketika hasil ujian telah keluar maka menerimanya dengan ikhlas adalah solusinya. Namun, untuk meningkatkan kualitas diri maka nilai ujian tersebut haruslah menjadi pecut diri agar semakin tumbuh dan berkembang dan tidak mengulangi kesalahan yang dulu lagi. Senantiasa terus belajar dan belajar, membaca dan membaca, serta banyak refleksi akan sangat membantu meningkatkan kualitas ilmu kita masing-masing.

Refleksi Elegi Pertempuran Bagawat Sakti dan Bagawat Ikhlas

         
  Dalamnya laut dapat diduga namun dalamnya hati manusia siapa yang tahu. Yang tahu hanyalah manusia yang bersangkutan itu sendiri. Dan tentunya Allah SWT Maha Mengetahui segal sesutau bahkan lebih tahu dari si empunya hati itu. Oleh karenanya, bernbaik sangkalah kepada sesama. Karena apa yang kita lihat belum tentu sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Itulah persepsi. Dan persepsi dapat muncul dari siapa saja dengan wujud apa saja, wujud baik atau buruk, wujud positif atau negatif. Karena persepsi adalah objektif. Bila kita membiasakan bersikap khusnuzan terhadap kebaiukan maka insya Allah kita juga akan menerima kebaikan pula.

            Begawat sakti yang mendeklarasikan ilmunya menyatu dengan langit bermakna bahwasanya ia merupakan manusia berilmu. Lubang besar manusia berilmu adalah kesombongan. Karena adanya modal ilmu dapat menjadi modal kesombongan yang luar biasa. Maka membiasakan bersikap tawadhu’ adalah jalan keluarnya. Begawat Ikhlas yang juga mendeklarasikan bahwa keikhlasannya menyatu dengan bumi menyatakan bahwasanya ia termasuk golongan manusia-manusia yang ikhlas. Lubang besar manusia yang ikhlas adalah kesombongan. Karena beranggapan bahwasanya dirinya senantiasa ikhlas dalam melakukan sesuatu maka ia merasa derajatnya tinggi. Maka itulah kesombongan dalam keikhlasana. Batas ikhlas dan sombong tidak terlihat karena sejatinya manusia yang ikhlas tidak akan merasa dirinya kikhlas dan tidak akan mengagung-agungkan keikhlasnnya. Maka membiasakan bersikap tawadhu’ adalah jalan keluarnya.

Refleksi Elegi Pemberontakan Patung Filsafat

Tindakan yang tidak sejalan dengan peran yang berkedok nama besar atau jabatan merupakan salah satu golongan orang-orang yang menyalahgunakan wewenang dan amanah. Tidak hanya itu, pencapaian kesuksesan melalui cara yang tidak terpuji dengan tujuan perolehan nama besar atau jabatan merupakan salah satu wujud implementasi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tidak hanya itu. Stagnan atau berhenti di zona nyaman setelah memperoleh kedudukan atau jabatan atau meraih nama besar tanpa adanya inovasi pembaharuan merupakan salah satu wujud kematian hati nurani. Tidak hanya itu. Menempatkan udang di balik batu dan menjalankan amanah tanpa keikhlasan dengan berharap beragam bentuk imbalan merupakan golongan orang-orang yang tersesat dan sungguh menyesatkan bagi sesamanya. Tidak hanya itu. Berbuat kezaliman di atas tedeng nama besat atau jabatan merupakan salah satu wujud manusia yang tidak memiliki rasa syukur terhadap Tuhannya dan termasuk golongan orang-orang yang kufur nikmat. Tidak hanya itu karena masih banyak lagi tindakan-tindakan yang berlandaskan keburukan sesungguhnya sangat merugikan diri sendiri dan sesamanya. Karena segala masukan keburukan apalagi diproses dengan keburukan akan menghasilkan suatu keburukan yang tinggi kualitasnya. 

Refleksi Elegi Menggapai Tidak Sesat

Saya setuju dengan pernyataan di atas yang intinya adalah bahwasanya bukan filsafat yang menyesatkan manusia yang sedang mempelajarinya namun ketika ia mempelajari filsafat ia sesungguhnya telah tersesat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dalam Elegi Refleksi Elegi, yakni “Setiap orang bisa mempelajari Filsafat. Jika orang Islam berfilsafat maka semoga semakin baik ke Islamannya. Jika orang Majusi belajar filsafat maka semakin baik Majusinya. Jika orang Kafir berfilsafat maka mungin semakin Kafirlah dia.”


Dari elegi ini saya mendapatkan pencerahan yang lebih jelas akan makna filsafat, yakni olah pikir yang refleksif. Bila pemahmaan akan filsafat hanya diartikan sebagai kegiatan refleksi maka hal tersebut merupakan salah satu awal indikasi pereduksian filsafat. Dinyatakan dalam Elegi Mendengarkan Tangisan dan Nyanyian para filsuf, bahwa ada rasa ketakutan dari para filsuf dengan pembelajaran filsafat melalui metode filsafat yang digunakan oleh Bapak Marsigit akan menciptakan kaum reduksionis, karena para perefleksi (mahasiswa) akan memahami makna filsafat dari setiap elegi dengan pikirannya masing-masing. Entah itu persepsi yang benar atau yang salah. Namun, senantiasa mengupgrade pemahaman mahasiswa melalui kontinuitas membaca referensi elegi di blog ini serta adanya pendampingan di kelas akan membantah kekhawatiran para filsuf tersebut. Oleh karenanya, belajar dari berbagai referensi akan sangat membantu menyimpulkan pemahaman yang benar. 

Refleksi Elegi Menggapai Obyek Penelitian

Dalam penelitian kelas sesunggunya banyak obyek yang harus diamati, antara lain sifat guru, sifat siswa, pengaruh sifat gueu terhadap aktivitas belajar siswa, sikap dan perilaku pedagogik  guru, pengaruh sikap dan perilaku pedagogi guru terhadap hasil belajar siswa, sikap dan perilaku belajar siswa, dan masih banyak lagi. Dan jika ingin meningkatkan kualitas penelitian kelas maka terdapat beberapa hal yang harus diamati, misalnya pengaruh sikap dan perilaku murid terhadap sikap dan perilaku pedagogik guru, hasil belajar yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, teori pembelajaran dalam kelas, inovasi pembelajaran dalam kelas, teori pendidikan dan paradigma pendidikan dalam pembelajaran, pentingnya motivasi belajar siswa, apersepsi belajar siswa, hakikat motivasi belajar, hakikat apersepsi dan pengembangan apersepsi, metode pembelajaran, aktivitas belajar mandiri siswa, aktivitas belajar siswa kelompok, pengembangan kerjasama siswa dalam pembelajaran, pengembangan ketrampilan siswa, pencapaian kompetensis siswa, evaluasi proses pembelajaran, evaluasi hasil pembelajaran, pengembangan instrumen pembelajaran, pengembangan portofolio untuk hasil belajar, reliabilitas dan validitasi instrumen penilaian, pengembangan RPP, pengembangan lembar kerja siswa, pengembangan alat bantu pembelajaran, pengembangan alat peraga pembelajaran, dan mencakup teori hakikat matematika.

Refleksi Elegi Menggapai Diri

Diperlukan perenungan yang mendalam untuk memahami siapa diri kita. Dan bahkan untuk melengkapi jawaban akan kepahaman tentang diri kita diperlukan tanggapan dari orang-orang di sekitar kita juga.  Sering kita mendengar retorika  “Who Am I?”.  Sebenarnya siapakah diri kita itu hanya mampu dijawab oleh kita masing-masing. Tergantung dalam konteks apa pun hanya kita yang mampu menjawab. Karena kejujuran hati manusia hanyalah manusia itu yang tahu. Manusia lain tidaka akan tahu apa isi hati manusia lain, kecuali Tuhannya yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu.

            Dalam sebuah sistem ada bagian input – proses – output. Dalam kaitannya dengan proses individualisasi maka input baik diproses dengan baik akan menghasilkan sesutu yang baik pula. Begitu juga dengan tindakan, sikap, sifat, karakter, dan potensi diri lainnya. Segala input, proses, dan output tersebut hanya dapat dikendalikan oleh diri kita masing-masing. Meskipun faktor liungkungan juga akan berpengaruh namun tidak sepenuhnya berpengaruh dan sebagai pengendali total. Pengendali total diri adalah diri sendiri. Mau dibawa ke arah mana diri kita itu tergantung diri masing-masing mamu membawa ke mana. Karena semua ada di tangan kita. Namun pada hakikatnya segala Nya ada di tangan Sang Maha Pencipta. 

Refleksi Elegi Mengenal Jargon

Selama ini saya mengenal jargon sebagai simbol atau penyemangat tim. Misalnya, “Kelompok Satu BISA”, “Regu A LUAR BIASA”, dan sebagainya. Namun setelah membaca elegi ini saya jadi penasaran tentang apa sih sebenarnya jargon itu. Dan akhirnya saya mencari makna jargon di internet, saya baca beberapa blog  dan akhirnya saya mendapatkan pemahaman baru bahwasanya JARGON adalah istilah khusus dalam sebuah bidang keilmuan tertentu. Sehingga terkadang orang awam tidak mampu untuk memahami apa sebenarnya maksud dari suatu pernyataan yang mengandung jargon khusus. Sehingga penggunaan jargon terkadang dapat membuat kesalahan persepsi si pendengar atau pembaca. Karena jargon merupakan istilah khusus di suatu bidang ilmu khusus. Jadi yang memahami maksud jargon hanyalah orang yang ahli dalam bidang tersebut, menekuni bidang itu, atau yang sedang mempelajari bidang tersebut. Namun, seorang pembelajar biasa bisa saja memahami jargon-jargon khusus bidang keilmuan tertentu. Hal tersebut dkarenakan kemampuan itu didapatnya dari proses belajar. Seorang pembelajar yang tekun dan gigih akan berkelana mengarungi segala batas bidang keilmuan untuk mendapatkan ilmu. Melalui berbagai pengalaman membaca dan mengeksplor referensi dia akan mendapatkan ilmu yang sangat berarti. 

Refleksi Elegi Memantapkan Persiapan Selamatan Raja Purna

Adanya suatu keburukan pasti juga hadir penolakan-penolakan untuk memeranginya. Meskipun terkadang ada juga yang masih senantiasa mendukung kelestarian keburukan tersebut. Dan itulah mereka yang termasuk golongan orang-orang tersesat dan belum mendapat hidayah Allah SWT. Penolakan akan keburukan tidak semudah membalikan telapak tangan. Karena hal tersebut merupakan suatu tantangan yang amat besar dan sungguh terjal. Akan banyak cabang-cabang keburukan yang datang mendukungnya. Dan sekali lagi, mereka yang mendukung keburukan tersebut itulah golongan-golongan orang tersesat. Dengan kerja keras, pantang menyerah, kejujuran, dan bermodal kebaikan insya Allah pada akhirnya kebaikan lah yang akan menjadi pemenangnya. Meskipun saat ini  para aktor keburukan dapat tertawa bahagia menikmati kebahagiaan semu mereka, namun sejatinya itulah dunia fana bagi mereka. Hidup bahagia di atas pondasi keburukan maka akan rapuhlah segala saka dan tiang penyangganya. Kehancuran keburukan pun lambat laun akan mencapai puncaknya. Insya Allah bila Allah telah meridhai Nya. Karena keburukan ada sejatinya sebagai bahan ujian untuk para kebenaran. Dan ke duanya datang dari Allah SWT. 

REfleksi Elegi Kail Bermata Durja

Kail bermata durja ternyata lebih berbahaya dibandingkan dengan adanya udang di balik batu. Karena udang yang berada di balik batu belum tentu udangnya buruk. Namun ada juga udang yang baik dan tidak sampai merugikan orang lain meskipun bersembunyi di balik batu. Namun, yang namanya kail tetap saja tujuan utamanya mengail objek sampai mati dan bia dinikmati hasilnya. Mengail dengan durja bagaikan membunuh dengan kebahagiaan sementara. Sungguh munafik orang-orang yang mengail dengan durja tersebut. Sumber segala problematika yang menimpa kehidupan bangsa ini dari berbagai aspek kehidupan adalah kemunafikan para subyeknya. Baik itu subyek pendidikan, pemerintahan, atau lainnya. Jiwa ksatria jauh dari realitas para pelaku penggerak kehidupan bangsa. Ironi memang. Karena ketidakprofesionalan seorang pemegang amanah akan sangat berdampak pada seluk beluk kehidupan bangsa ini. Oleh karenanya, perlu ditumbuhkan jiwa ksatria dan profesionalitas pihak-pihak terkait agar krisis multidimensi kehidupan bangsa Indonesia perkembangannya tidak semakin memprihatinkan. Jangan sampai bangsa ini collapsed dikarenakan bangsanya sendiri. Perbaikan kualitas manusia sangat diperlukan dan merupakan kebutuhan yang begitu mendesak. 

Thursday, June 6, 2013

Refleksi Elegi Menggapai Purnakata


            Tidak terasa mata kuliah Matematika SD II di semester II ini telah berada di detik-detik akhir penghabisan semester ini. Terima Kasih sangat kepada Bapak Marsigit yang dengan keikhlasannya di atas segala kesibukannya meluangkan waktunya untuk membagi ilmu kepada kami yang jauh berada di Kampus Wates ini. Semoga segala kebaikan senantiasa menyertai Beliau Bapak Marsigit. Aamiin. Melalui refleksi di blog ini kami mendapatkan banyak sekali ilmu, khususnya ilmu matematika dan filsafat. Pengalaman belajar filsafat ini sungguh sangat bermakana dan bermanfaat bagi kami. Dan bahkan banyak teman-teman dari kelas sebelah yang iri kepada kami yang dapat belajar dengan bimbingan dari Bapak Marsigit. Belajar filsafat adalah refleksi. Refleksi berarti mendayagunakan dan memberdayakan pikiran kita untukmemahami dan mengkritisi suatu hal. Oleh  karenanya, melalui pembelajaran filsafat maak otak dan pikiran kita akan senantiasa terasah. Belajar filsafat tidak dapat dilakukan dengan setengah-setengah atau secara parsial. Karena filsafat adalah menyeluruh. Oleh karenanya lubang belajar filsafat adalah putus asa, tidak sungguh-sungguh, berpura-pura, dan tidak ikhlas. Berakhirnya pembelajaran pada mata kuliah ini merupakan awal perjuangan pengimplementasianmodal yang kita peroleh dalam mata kuliah ini. Modal tersebut dirasa belumlah cukup untukmeniti perjuangan, oleh karenanya upaya pembelajaran harus senantiasa diupgrade secara berkelanjutan. 

Refleksi Kutarunggu Sang Rakata Menyatukan Lima Gunung (Kedua)

            

Setelah sebuah kesuksesan itu dapat kita capai atau pun sebuah ilmu telah dapat kita pelajari dan pahami maka berbagai kesuksesan dan ilmu kepada sesama adalah bijaksana adanya. Karena sebaik-baiknya orang adalah orang yang memberikan manfaat kepada sesamanya. Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari). Karena sekecil apa pun ilmu yang kita punya akan sangat bermakna bilamana kita amalkan dan memberi manfaat kepada orang lain. Ilmu tanpa amal adalah bagaikan pohon tanpa buah. Orang yang memiliki banyak ilmu  hanya untuk dirinya sendiri akan sangat rendah derajatnya dibandingkan dengan orang yang memiliki sedikit ilmu namun senantiasa diamalkan untuk kebaikan sesama oleh si empunya ilmu. Dalam konteks pendidikan maka seorang guru yang menjalankan profesinya dilandasi dengan ketulusan dan keikhlasan maka itulah lumbung pahala baginya. Karena mata rantai ilmu yang ia ajarkan tidakakan terputus bagi murid-muridnya. Mendidik dan mencerdaskan kehidupan anak bangsa dengan tulus ikhlas merupakan salah satu wujud amalan jariyah seorang guru. Jauh berbeda dengan bilamana seorang guru hanya memiliki niatan material saja dalam mengajar sehingga ia akan mengajar seenaknya saja hanya demi menggugurkan kewajibannya, tanpa memandang pemenuhan kebutuhan siswa-siswanya. Itulah guru yang merugi. Hidup di lumbung emas pahala namun tidak menikmati kenikmatan lumbung tersebut. 

Refleksi Kutarunggu Sang Rakata Menyatukan Lima Gunung (Pertama)


Melihat kekurangan diri sendiri memang begitu sulit untuk dilakukan. Itulah mengapa diperlukan sebuah renungan diri untuk berusaha intropeksi agar segala apa yang kita pikirkan dalam hati dan pikiran serta segala apa yang kita lakukan dan tindakan tidak berlebihan. Kemampuan mengenal diri sendiri merupakan salah satu kunci kesuksesan. Oleh karenanya, belajarlah menganal diri sendiri dan mengendalikan diri sendiri. Karena hanya kita sendiri yang mampu mengendalikan diri kita sendiri. Serta hanya kita sendiri yang dapat membawa kita ke puncak kesuksesan. Sukses kita ada di tangan kita. Kegagalan kita ada di tangan kita. Kualitas diri kita ada di tangan kita. Sebesar apa ilmu yang kita miliki ada di tangan kita. Serendah apa kita mampu merendah diri ada di tangan kita. Serendah apa kesombongan hati kita ada di tangan kita. Sebaik apa hasil kerja keras kita ada di tangan kita. Seburuk apa hasil usaha kita ada di tangan kita. Setinggi apa kita mampu terbang ada di tangan kita. Sejauh mana kita mampu bergerak ada di tangan kita. Sehebat apa kita jadinya ada di tangan kita. Serendah apa kita jadinya ada di tangan kita. Variabel pengendali itu semua adalah usaha diri kita untuk senantiasa menimba ilmu dengan ketulusan dan keikhlasan hati kita. 

Refleksi Elegi Mendengarkan Tangisan dan Nyanyian Para Filsuf


Melalui perkuliahan mata kuliah Matematika SD 2 di semester II bersama Bapak Marsigit ini kami mendapatkan pengalaman pembelajaran yang begitu luar biasa. Melalui inovasi pembelajaran dengan salah satu basisnya melakukan ROL atau refleksi online referensi-referensi di blog ini maka kami diajarkan untuk sennatiasa belajar di mana pun dan kapan pun kami berada. Kami diajarkan untuk gemar membaca dan merefleksikan ilmu apa yang telah kami ambil dan kami terima. Sehingga dari sini kami mampu mengasah kemampuan olah pikir dan olah kata masing-masing. Refleksi referensi ilmu filsafat memang tidak mudah untuk dilakukan. Bisa-bisa kita dengan keterbatasan kemampuan untuk memahami filsafat salah mengartikan dan mengambil kesimpulan sebagai tanggapannya. Hal tersebut sangat rentan terjadi. Oleh karenanya, belajar dari berbagai referensi dan berbagai sumber akan sangat mendukung dan menopang keterbatasan kemampuan kita. Upaya belajar memahami filsafat dengan tekun akan menghasilkan suatu pemikiran yang bijaksana yang insya Allah akan bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi sesama. Sungguh, meskipun ada perintah untuk melakukan refleksi ini namun sejatinya melakukan refleksi adalah pilihan. Dan pilihan tersebut ada di tangan masing-masing sehingga masing-masing pribadi akan melaksanakan pilihannya sendiri secara tulus dan ikhlas, sesuai dengan kadar kemampuan dan kesadaran kebutuhan masing-masing. Dan yang paling penting dari kegiatan refleksi ini kami mendapat banyak ilmu ayng belum pernah kami dapatkan. 

Refleksi Elegi Ritual Ikhlas 45: Bagaimana Matematikawan Mengusir Setan?


Sesungguhnya ilmu matematika itu kontekstual dengan kehidupan kita. Matematika dapat diterapkan dalam setiap maslah kehidupan yang relevan dengan ilmu matematika itu sendiri. Oleh karenanya, membiasakan berpikir jernih, bijaksana, dan berpikir out of the box akan mampu menyelesaikan suatu masalah kehidupan. Dunia matematika bukan hanya dunia rumus saja. Namun, implementasi dari ilmu atau pu  rumus matematika akan sangat bermanfaat bagi kemaslahatan bersama. Namun pengimplementasian ini sejatinya membutuhkn suatu inovasi dan kekretativitasan sehingga akan menghasilkan suatu terapan yang tepat guna. Inovasi dan kekreativitasan akan menghilangkan kejenuhan. Dalam konteks pembelajaran, tanpa adanya inovasi pembelajaran pembelajaran akan menghasilkan kejenuhan. Persepsi matematika sebagai momok menakutkan bagi siswa merupakan hasil dari proses pembelajaran tanpa kekreativitasan. 

Refleksi Elegi Ritual Ikhlas 42: Mengubah Mitos menjadi Logos

         

  Mengendalikan segala ego yang dalam elegi tersebut dapat disebut sebagai mitos akan membangun karakter pribadi kita. Karena kesombongan yang menjadi salah satu dampak ego akan hilang dari peradaban hati kita. Sehingga keikhlasan dan ketakwaan akan senantiasa merebak dalam jernihnya hati dan pikiran kita masing-masing. Ridha Allah SWT pun semakin mendekat dan segala kebaikan akan senantiasa menjadi landasan berpikir dan bertindak. Mengendalikanego memang tidak semudah yang dibayangkan. Karena bahkan seorang Soekarno pun pernah berkata “perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah sedangkan perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Hal tersebut mengidentikan bahwasanya musuh dari dalam sendiri akan lebih sulit ditaklukan daripada musuh nyata dari luar diri. Oleh karenanya diperlukan intropeksi yang mendalam dengan didukung oleh kejernihan hati agar dapat melihat apa yang kurang dan yang berlebihan dalam hati kita masing-masing. Lebih-lebih intropeksi akan mampu menghapuskan segala penyakit hati dalam hati. Logos atau ilmu akan mampu menopang segala kekurangan yang ada dalam kehidupan. Karena ilmu ada untuk meningkatkan derajat akan sesutu ke tingkatan yang lebih tinggi, yakni ke tingkatan yang lebih baik. Maka orang yang berilmu akan senantiasa ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT sebagaimana dalam firman Nya dalam Surat Al Mujadillah ayat 11 berikut ini “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. Dengan ilmu kita akan mengetahui ilmu suatu hal sehingga sesuatu tersebut akan menjadi manfaat bagi kita dan menghindarkan diri kita dari segala bencana akibat ketidaktahuan akan suatu hal. 

Refleksi Elegi Ritual Ikhlas 40: Berguru Kepada Imam Al-Ghazali untuk Meningkatkan Kualitas Spiritual (Islam)


Allah berfirman “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar (QS.AL-Ankabut:45 ). Bila seseorang senantiasa menjalankan salat lima waktunya namun masih melakukan tindakan keji dan munkar pasti ada yang salah dalam salatnya. Oleh karenanya, berusaha senantiasa memperbaiki salat adalah bijaksana adanya. Karena salat adalah amalan yang terbaik di sisi Allah. Namun, amalan yang lainnya juga jangan sampai dikesampingkan pelaksanaannya. Sedangkan salah satu cara untuk memperbaiki atau mengkhusyu’kan salat adalah melalui memperbanyak bacaan zikir dan mengingat Allah. Dengan zikir maka dapat membersihkan hati dari gangguan syaitan terkutk yang dapat menggangu kekhusyu’an shalat kita. Gangguan syaitan itu ada bermacam-macam, antara lain adalah adanya penyakit hati. Sedangkan bentuk-bentuk penyakit hati itu ada bermacam-macam, antara lain kecintaan akan sesuatu melebihi cintanya pada Allah SWT, hasad atau dengki, marah atau gadhab, sombong, riya, dan lainnya. Berbagai penyakit hati tersebut dapat menggangu tingkat kekhusu’an salat kita. Oleh karenanya sebisa mungkin kita harus senantiasa membersihkan hati dari penyakit hati dan ganggauan syaitan terkutuk melalui perbanyak bacaan zikir kepada Allah SWT.

Refleksi Elegi Ritual Ikhlas 39: Menggapai Sepi


Dari sekian banyak waktu yang tepat untuk berdoa maka salah satunya adalah waktu sepertiga malam di mana keadaan sedang sangat sepi dan sunyi. Nabi Muhammad SAW bersabda “Di malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberikan apa yang ia minta. Hal ini berlaku setiap malamnya.” (HR. Muslim no. 757). Serta Rabb kita tabaroka wa ta’ala turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir, lalu Dia berkata: ‘Siapa yang berdoa pada-Ku, aku akan memperkenankan doanya. Siapa yang meminta pada-Ku, pasti akan Kuberi. Dan siapa yang meminta ampun pada-Ku, pasti akan Kuampuni’.” (HR. Bukhari no. 6321 dan Muslim no. 758).  Waktu-waktu sepi dan sunyi memang sangat tepat untuk digunakan untuk mengintropeksi diri dan memohon ampunan kepada Sang Maha Hidup, Allah SWT. Dan ketika berdoa buanglah segala perhiasan dan pangkat keduniawian kita karena semua manusia adalah sama hakikatnya di depan Tuhan. Yang membedakan hanyalah keimanan dan amalannya saja. 

Refleksi Elegi Ritual Ikhlas 38 : Menggapai Pikiran Ikhlas

            

Belajar filsafat haruslah dilandasi dengan keikhlasan lahir dan batin. Dikarenakan ilmu filsafat itu tidak dapat dipelajari secara parsial dan harus ditekuni secara keseluruhan maka amat diperlukan keikhlasan dalam mengiringi setiap daya upaya belajar filsafat. Ketulusan hati dan kemurnian pikiran akan menghasilkan pemikiran dan kesimpulan yang bijak dari ilmu filsafat yang dipelajari. Ilmu filsafat itu merupakan bekal untuk bertindak. Jadi bila dipelajari dengan baik maka insya Allah akan menghasilkan tindakan yang baik pula. Dikarenakan modal mempengaruhi hasil. Kita mengetahui bahwasanya filsafat merupakan induk dari berbagai cabang ilmu yang ada. Oleh karenanya, landasan keikhlasan dalam proses mempelajari filsafat harus senantiasa diinternalisasi dalam setiap jiwa pembelajar sehingga mampu merebak ke ilmu-ilmu lainnya dengan landasan energi keikhlasan yang positif.


 Meskipun terkadang referensi-referensi ilmu filsafat itu tidak jarang membingungkan pembacanya namun usaha untuk mencari kepahaman melalui berbagai referensi yang tersedia akan sangat membantu. Karena kerja keras dalam menimba ilmu adalah point utma kesuksesan meraih ilmu.

Refleksi Elegi Ritual Ikhlas 37: Ketika Pikiranku Tak Berdaya


            Ada kalanya pikiran manusia itu dihinggapi oleh sesuatu yang abstrak sehingga terkadang mampu memecahkan konsentrasi atau fokus pikiran. Sesunggunya semua ilmu ada ilmu untuk mempelajarinya. Namun dengan segala keterbatasan yang manusia miliki maka ada ilmu yang hanya dapat dipelajari hingga batas-batas tertentu saja. Hal tersebut ada untuk dijadikan bahan intropeksi bagi manusia bahwa manusia hanyalah seorang makhluk yang tak berdaya bilamana tidak ada sebuah kekuatan yang mahabesar yang menopangnya, yakni kekuatan dan kekuasan Sang Maha Pencipta, Allah SWT.

            Digambarkan dalam elegi di atas bahwa perjuangan memeahami dan mempelajari fatamorgana itu begitu sulit untuk dilakukan, apalagi untuk menangkap fatamorgana. Fatamorgana yang terjadi dikarenakan adanya pembiasan cahaya hanya dapat dilihat dan tidak dapat disentuh, misalnya bentuk fatamorgana yang sering kita lihat di aspal panas pada waktu siang hari. Bila diibaratkan melalui fenomena fatamorgana, maka terkadang manusia itu terperdaya dengan segala sesuatu yang semu saja. Misalnya dengan segala kesesangan, kenikmatan, dan kebahagiaan sesaat yang ada di dunia yang mampu mengesampingkan tuntutan kebahagiaan kekal yang ada di akhirat.