“Demokrasi dalam Pembelajaran Matematika”
Satu
hal yang telah menarik perhatian saya terhadap artikel di atas adalah berkenaan
dengan masalah sistem belajar dan mengajar dalam matematika. Dari sudut pandang
ini, saya telah menitikberatkan terhadap bagaimana cara sistem tersebut
berjalan. Oleh karena itu, saya menyebut refleksi artikel tersebut sebagai “Demokrasi dalam
Pembelajaran Matematika”.
Demokrasi berasal terdiri dari kata demos (rakyat) dan kratein (pemerintah). Dengan demikian, demokrasi berarti rakyat
yang memerintah. Itu adalah ketika kita berbicara demokrasi secara umum, dalam
konteks pemerintahan. Sedangkan di sini kita akan menganalogikan sistem
pembelajaran matematika melalui sistem demokrasi. Ketika berbicara tentang
sistem, maka akan terdapat berbagai komponen yang saling berinteraksi untuk
mewujudkan tujuan sistem itu sendiri. Komponen pembelajaran, antara lain adalah
guru, siswa, metode, dan materi. Semua itu akan bekerja sama untuk mewujudkan
tujuan pembelajaran. Sedangkan tujuan pembelajaran diprioritaskan kepada diri
siswa. Melalui pembelajaran siswa diharapkan paham terhadap materi, mampu untuk
mengaplikasikan materi, serta dapat mengimprovisasi kemampuan melalui materi
yang ia dapatkan. Untuk mencapai itu semua, tidak dapat dilakukan melalui
pembelajaran satu arah – dari guru ke siswa saja.
Dari siswa, oleh siswa, dan untuk
siswa. Peran utama dalam
pembelajaran matematika adalah siswa. Guru bukanlah masinis yang memutuskan mau
dibawa ke mana kereta itu berjalan. Namun, guru adalah fasilitator siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Ki Hajar Dewantara telah memberikan wejangan dalam
kaitannya dengan hal ini. Ing ngarso sung tuladha, dari depan
memberikan contoh teladan yang baik. Contoh tidak hanya berkaitan dengan knowledge atau kognitif saja, yang tentu
dalam implementasinya haruslah memberdayakan adanya siswa. Seorang guru haruslah
membuat siswa tetap aktif, tidak hanya mendengar guru berbicara atau tidak
hanya melihat guru memberikan contoh. Namun, siswa diberikan kesempatan untuk
ikut terlibat sebagai subjek pembelajaran. Di sisi lain, contoh sikap dan tutur
kata yang baik akan sangat berimbas terhadap penerimaan siswa akan guru yang
sedang mengajarnya. Bagaimana guru itu menghargai siswa melalui segala sikap
dan tutur katanya dan bagaimana guru mampu untuk tidak merasa bahwa dia adalah
yang paling benar dalam hal pengelolaan pembelajaran khusunya pembelajaran
matematika.
Ing madya mangun karsa, dari samping memberikan motivasi. Matematika
dipandang oleh mayoritas siswa adalah mata pelajaran yang sulit. Seorang guru
matematika haruslah mengubah cara pandang siswanya terhadap hal ini. Melalui metode
inovatif pembelajaran matematika, kesan sulit akan memudar. Aliran konservatif
yang dianut secara kaku dalam pembelajaran matematika dengan cara memberikan
siswa banyak rumus, soal, catatan, dan banyak duduk di kelas akan mendukung tumbuh
kembangnya persepsi sulit pelajaran matematika. Apersepsi serta motivasi di
awal pembelajaran maupun dalam proses pembelajaran sangatlah penting untuk
tetap menjaga konsentrasi dan semangat siswa dalam belajar matematika. Selain
itu, reward yang bersifat mendidik
juga perlu diberikan kepada siswa secara pas dan tidak berlebihan.
Tut wuri handayani, dari belakang memberikan dorongan. Tingkat
kecerdasan matematika dalam satu kelas tidaklah sama. Tidak jarang terjadi
kesenjangan pola pikir siswa, karena setiap individu itu pasti memiliki
perbedaan. Oleh karena itu, seorang guru dituntut untuk adil dan bijak dalam
pengelolaan pembelajaran matematika. Metode inovatif dapat membantu peran guru
dalam kaitannya mendorong seluruh siswanya untuk menumbuhkan sikap giat, aktif,
dan terampil dalam pembelajaran matematika.
Sistem
pembelajaran adalah dunia siswa. Tempat di mana siswa terlibat dalam proses menumbuhkan
dan mengembangkan kecerdasan kognitif, afektif, dan psikomotorik secara sadar dari
dalam dirinya sendiri. Proses ini didukung oleh seorang guru melalui peranannya
sebagai fasilitator tumbuh dan berkembangnya pola pikir dan potensi siswa.
No comments:
Post a Comment