Thursday, March 14, 2013

Refleksi Elegi Menyesali Rumahku Yang Terlalu Besar



Hakikat Sadar Rumah Besar


Segala sesuatu yang berlebihan itu bukan hanya tidak baik, namun dapat berpotensi menjadi sesuatu yang merugikan, entah bagi pihak yang terkait atau pun bagi sesama. Akan tetapi, suatu daya dan usaha yang lebih itulah yang diharapkan. Selama masih berada dalam koridor yang benar, tetap berada di jalan yang seharusnya. Mega Proyek Indonesia, yang dianalogikan sebagai Rumah Besar dengan segala fasilitas serba mewahnya, sarana prasarana yang begitu lengkap, dan segala kemudahan yang tersedia dapat divisualisasikan dengan sebutan sebagai Kota Metropolitan. Rumah atau Kota itu dibangun di atas pengorbanan yang tinggi. Berpuluh-puluh tahun lamanya akhirnya dapat diakui sebagai sebuah territorial yang merdeka dan hingga saat ini pun pembangunan masih terus dan terus berlanjut. Seperti pada kenyataan saat ini, banyak baliho besar di jalan-jalan yang bertuliskan “Orang Bijak Taat Pajak”. Untuk mengimbangi pembangunan sebuah kota (negara) diperlukan kontribusi dari berbagai komponennya, termasuk rakyatnya. Uang negara dirasa belumlah cukup digunakan untuk mencover kebutuhan semua. Apalagi, kultur konsumtif warganya begitu cetar membahana. Oleh karena itu, wajib pajak secara sadar harus mengerti akan segala kewajiban dan perannya sebagai warga masyarakat. Membayar pajak untuk pembangunan. Mampu menyelamatkan negeri dari bahaya kemiskinan dan gelandangan.

Memiliki rumah yang besar, kota yang besar, dan negara yang besar adalah sama saja hakikatnya. Meskipun besar dan nyaman, namun membutuhkan perawatan yang setimbang dengan apa yang telah ada. Budaya peduli dan sadar diri dari para warganya perlu dilestarikan. Seperti di awal tadi telah dikatakan bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Ketika kesenangan dan kenyamanan telah didapatkan sebagai buah dari modernisasi, sejalan dengan itu, banyak yang lupa akan hakikat syukur. Bahkan, mereka rela untuk menukar sarana ketaatan terhadap Tuhan dengan kesenangan duniawi yang melenakan. Untuk menghindari segala kelebihan kenikmatan semu ini maka kita harus banyak berlatih selektif, kontrol diri, dan bersyukur dengan apa yang telah ada. Dan tidak mudah menuntut dengan apa yang seharusnya tidak ada.

No comments:

Post a Comment