Tuesday, April 30, 2013

Refleksi Elegi News Update: Koalisi Pendidikan Menolak Kurikulum 2013




Suatu kebijakan yang menyangkut kemaslahatan masyarakat umum pasti mendapat tanggapan yang bermacam-macam, baik yang bersikap pro maupun kontra. Semua itu merupakan hal yang wajar dan seharusnya terjadi. Wajar, karena negara Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi. Sehingga, setiap pihak bebas mengeluarkan pendapat namun tetap wajib mempertanggungjawabkan pendapatnya masing-masing. Seharusnya terjadi, dikarenakan untuk mendapatkan suatu kesimpulan akhir pada suatu kebijakan maka diperlukan masukan-masukan dan kritik yang membangun dalam tujuannya untuk menyempurnakan kebijakan agar nilai kebermanfaatannya lebih tepat sasaran dan efisien.

Dalam kaitannya dengan dikeluarkan kebijakan baru di bidang pendidikan, yakni kurikulum 2013, menurut saya segala persiapan kurang dilaksanakan secara optimal. Sosialisasi belum menjangkau seluruh komponen penggerak pendidikan seluruhnya. Selain itu, dalam pergantian kurikulum, peningkatan kinerja pihak terkait belum efektif, (khususnya guru SD yang kurikulum pembelajarannya begitu berbeda dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya). Namun, saya percaya bahwa muatan kurikulum 2013 ini hakikatnya adalah menuju kepada kebaikan. Oleh karena itu, dukungan, kritk, dan saran masih sangat dibutuhkan dari berbagai pihak.

Refleksi Elegi Ritual Ikhlas 5: Cantraka Hitam Menguji Ilmu Hitamnya







Sebagai hamba Allah yang taat maka kita harus mengimani keberadaan-Nya dengan sepenuh hati. Bukti keimanan selain ada pada sucinya hati dalam setiap ritual peribadatan, juga ditunjukkan dalam setiap ucapan, perbuatan, atau pun tindakan kita dalam menjalani kehidupan ini. Iman kepada Allah berarti mempercayai bahwa hanya Allah-lah pencipta alam semesta dan tidak ada yang pantas untuk ditandingkan di sisi Nya, seperti apa yang telah difirmankan-Nya sebagai berikut;  “Maka janganlah kamu membuat sekutu untuk Allah padahal kamu mengetahui (bahawa Allah adalah maha Esa)” Surah Al Baqarah : Ayat 22. Ketika seorang hamba menjadikan suatu benda sebagai jimat maka hal tersebut merupakan salah satu bentuk kesyirikan yang tidak ada tuntunannya dalam ajaran agama. Tidak ada rasionalisasi yang mampu menjelaskan mengapa dan bagaimana suatu benda dapat mengendalikan ketetapan alam yang datangnya dari Tuhan (misalnya keris). Oleh karena itu, bentuk-bentuk kesyirikan tersebut sejatinya harus disingkirkan dalam kehidupan, terlebih lagi bagi orang-orang yang berilmu.

Namun, ketika kita telah terperosok dalam dunia hitam tersebut, maka Allah Maha Pengampun atas segala kekhilafan yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya. Allah Ta'ala berfirman, "Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.  Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Zumar: 53). 

Friday, April 26, 2013

Refleksi Elegi Ritual Ikhlas 4: Cantraka Sakti belum Ikhlas

Pangkat atau pun derajat intelektualitas dalam skala pendidikan formal bukanlah menjadi jaminan utama dalam standar baiknya ibadah seseorang. Bisa dimungkinkan ketika ada orang yang  pandai secara akademik juga baik dalam ibadahnya. Atau sangat dimungkinkan sekali bahwa orang yang tidak secerdas ilmuwan-ilmuwan ternama namun dalam konteks ibadah dialah juaranya.  Atau sebaliknya, ada juga ilmuwan yang rendah dalam pemahaman terhadap seluk-beluk peribadatan. Oleh karena itu, dalam hal ibadah, setiap orang berhak untuk mengamalkan ilmunya kepada sesama, meskipun orang itu kalah gelar dengan orang yang akan ditulari ilmunya. Dalam hal ini, harus ditumbuhkan sikap keihkhlasan, lapang dada, tenggang rasa, dan kerendahan hati dalam proses pembelajaran. Karena ada ungkapan yang menyatakan bahwa perkataan baik itu bisa datang dari siapa saja bahkan dari seorang anak kecil sekalipun. Segala hal yang berkaitan dengan peribadatan harus didasari dengan niat ikhlas untuk mencari ridho Allah SWT, bukan untuk gelar kehormatan atau pun gengsi belaka.

Wednesday, April 24, 2013

Refleksi Elegi Ritual Ikhlas 3: Persiapan Teknis 2


Segala macam fasilitas jabatan dan label pangkat dalam kehidupan dunia ini sekiranya tidak begitu bermanfaat bagi kendaraannya menuju pencapaian terhadap ridha Allah SWT. Kecuali, ketika segala macam kedudukan tersebut digunakan sebaik mungkin dalam segala tindak kebaikan didasari dengan hati ikhlas dan hanya karena Allah bukan karena alasan duniawi lainnya. Mungkin begitu sulit kiranya ketika kita tergoda dengan segala kebahagiaan nyata namun sejatinya adalah kebahagiaan semu sehingga kita terjebak dalam segala hiruk pikuk kenikmatannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya penguatan hati dalam hal peribadatan.
Ketika mengharap kan sesuatu (berdoa) kepada Allah namun kita tidak mampu melihatNya, maka diperlukan pemahaman dan kesadaran bahwa sesungguhnya Allah benar-benar sedang melihat kita berdoa dan berupaya. Inilah yang dinmamakan IHSAN. Oleh karena itu, beribadah semestinya dijauhkan dari hal-hal yang bersifat mist9is, gaib, dan jimat-jimat lainnya karena itu merupakan proses ketidakikhlasan dan keraguan kita dalam melakukan ibadah kepada Allah.

Refleksi Elegi Ritual Ikhlas 2: Persiapan Teknis 1


Terdapat banyak hal yang penting dan menarik pada artikel kali ini, antara lain adalah sebagai berikut;

Segala bentuk peribadatan mestinya harus dilandasi dengan perasaan mengharap ridho kepada Allah SWT. Jangan sampai ritual ibadah kita sehari-hari diniatkan dan dilandasi dengan alasan duniawi lainnya.  Dalam kaitannya dengan menjalankan ibadah dan peranan manusia sebagai makhluk sosial, maka dalam kehidupan sehari-hari baik dalam konteks ibadah magdhah atau pun ghairu magdhah maka antarsesama harusklah saling mengingatkan kekurangan dan kelemahannya masing-masing, Karena manusia terkadang sering melakukan tindakan, ucapan, dan sikap yang tidak selalu benar dan menurut kaidah norma yang berlaku. Sikap saling mengingatkan perlu dikembangkan dalam kehdupan sosial agar tercapai suat kemaslahatan. Di sisi lain, ketika kita selalu beribadah (magdhah khusunya) dengan begitu giat, maka jangan sampai kita menzalimi diri sendiri dengan meninggalkan hak-hak tubuh kita masing-masing, seperti makan, minum, dan istirahat. Terlalu memforsir tubuh dan pikiran ketika tidak diimbangi dengan asupan tenaga yang cukup maka hanya akan menyebabkan kerugian bagi tubuh kita.

Point terakhir pada refleksi kali ini ialah tentang persamaan derajat manusia di hadapan Sang Maha Pencipta. Manusia kaya, miskin, cantik, tidak cantik, tinggi, pendek, dan lain sebagainya tidak artinya bilamana tidak ada derajat keimanan yang tumbuh pada masing-masing individu.

Tuesday, April 23, 2013

Refleksi Elegi Ritual Ikhlas I: Informasi awal


Ada dua point utama yang dapat saya ambil dari tulisan “Elegi Ritual Ikhlas I: Informasi Awal” ini, yakni tentang ikhlas dalam ranah sosial dan keikhlasan dalam ibadah. Selengkapnya akan saya paparkan dalam refleksi singkat berikut ini;

Sesungguhnya ikhlas merupakan suatu sikap yang tidak mempedulikan pendapat manusia akan niat perilakunya. Tidak berkurang bila dicaci dan tidak bertambah bila dipuji. Ikhlas dapat ditempuh dengan jalan ikhlas itu sendiri. Karena ketika seseorang melakukan suatu tindakan dengan jalan ikhlas, maka tidak akan ada rasa pamrih atau pun alasan-alasan lain yang mendasari tingkah lakunya, misalnya dilatarbelakangi untuk pamer, benih kesombongan, dan lain sebagainya.

Suatu tindak kebaikan atau pun ibadah sebaiknya dilakukan secara rutin, tidak hanya secara musiman. Misalny, ketika kita sedangmembutuhkan pertolongan dari Allah Yang Maha Pencipta, kita baru memulai berdoa. Ketika akan ujian kita baru berdoa dan banyak beribadah. Hal tersebut merupakan suatu tindakan yang kurang terpuji. Bila dimaknai lebih mendalam, maka berdoa hanya jika membutuhkan dan beribadah hanya bila menginginkan sesuatu merupakan salah satu tindakan yang tidak dilandasi dengan jiwa yang ikhlas.